STRATEGI BERINVESTASI DI INDONESIA
BAB
I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Setelah deraan krisis multidimensi
yang dialami oleh bangsa Indonesia, kita selalu berupaya untuk meningkatkan
pertumbuhan di berbagai hal. Dari segi pertumbuhan ekonomi, investasi adalah
titik awal dari kesempatan untuk tumbuh. Dalam investasi dibutuhkan kejelian
dan kepekaan terhadap apa yang dijadikan objek investasi. Dalam investasi,
semua investor pasti menginginkan keuntungan yang besar dengan risiko yang
relatif rendah atas investasi yang ia lakukan. Salah satu cara untuk
mencapainya adalah dengan melakukan analisis-analisis atau peramalan-peramalan.
Investasi di pasar modal, investor harus memiliki data yang konfrehensif
tentang apa yang dijadikan objek investasi, sekaligus pengetahuan dan
serangkaian kemungkinan keputusan yang diambil dengan mempertimbangkan risiko
yang kecil.
Ada
tiga karakter perilaku para investor terhadap risiko, Karakter tersebut antara lain 1). Pengambil
risiko (Risk seeker) 2). Penghindar risiko (Risk averter) dan 3). Acuh terhadap
risiko (Indefferent). ( Weston, Fred and Thomas, Copeland). Dari ketiga
karakter tersebut, karakter kedua sering terjadi dikarenakan pada hakikatnya
investor adalah bukan makhluk sosial yang selalu mau rugi karena harus
menanggung risiko.
Oleh
karena itu, investasi sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang
bersifat global. Hal ini dicontohkan pada saat krisis ekonomi mulai tahun 1998
sampai sekarang ini. yang mana ada keterkaitan antara situasi dengan perilaku
investor dalam meresponnya, dan ini wajar karena secara rasional investor harus
pandai membaca peluang dan ancaman sebelum memutuskan investasinya terutama
pertimbangan risiko yang dihadapi, dalam hal ini investor harus menyadari bahwa
investasi yang dilakukan untuk mendapatkan return mengandung konsekuensi adanya
risiko. Mereka secara pasti sebenarnya tidak tahu seberapa besar hasil yang
akan diperoleh dari investasi yang dilakukan.
Untuk
masalah investasi, suatu negara biasanya menyediakan pasar modal atau bursa
efek beserta institusi pendukungnya. Pasar modal merupakan wahana yang
mempertemukan pihak yang membutuhkan dana dengan pihak yang menyediakan dana
sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh lembaga profesi yang berkaitan dengan
efek dan sekuritas. Produk yang diperjual belikan adalah saham-saham atau
efek-efek perusahaan yang telah listing di Bursa Efek kepada masyarakat pemilik
Pada dasarnya kegiatan investasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu investasi riil
dan investasi finansial. Kedua investasi tersebut mengacu ke masa depan
dalammemperhitungkan return on investment (ROI). Seperti diketahui masa depan
adalah suatuyang tidak pasti dan ketidakpastian berarti suatu risiko dalam
berbagai tingkatan tertentu.Walaupun mengandung risiko masa depan juga
menjanjikan sesuatu yang lebih baik darimasa sekarang, sehingga banyak orang
mau melakukan investasi.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah strategi apa yang harus diambil/diterapkan oleh para
pemodal dalam melakukan investasi dananya di bursa Efek Jakarta (BEJ), agar
hasil yang diperoleh optimal?
BAB
II
PEMBAHASAN
Investasi
adalah setiap wahana dimana dana ditempatkan dengan harapan dapat memelihara
dan atau menghasilkan hasil yang positif. Disamping rasa aman para investor
perlu memperoleh keyakinan dan kepercayaan bahwa mereka dilayani berdasarkan
profesionalisme dengan norma etika yang tinggi untuk itu para investor harus
mendapatkan informasi yang mereka butuhkan, yang merupakan salah satu syarat
menuju terciptanya pasar efek yang efisien.
Menurut
Sri Handaru Yuliati, Handoyo Prasetyo dan Fandy Tjiptono dalam buku mereka yang
berjudul Manajemen Portofolio dan Analisis Investasi mengemukakan :Investasi
dapat diartikan sebagai cara penanaman modal, baik langsung maupun tidak
langsung, yang bertujuan untuk mendapatkan manfaat (keuntungan) tertentu
sebagai hasil penanaman modal tersebut
(21 : 23)
Namun,
tujuan investor atau manajemen investasi dalam melakukan kegiatan investasi
adalah memaksimalkan tingkat keuntungan atau menaikkan nilai investasi awal.
Tingkat keuntungan (rate of return) adalah persentase total pendapatan investor
dibandingkan dengan investasi awal yang diperoleh selama periode investasi
Menurut
Suad Husnan (2001:17) menyatakan bahwa proses investasi menunjukan bagaimana
investor seharusnya melakukan investasi dalam sekuritas yaitu sekuritas apa
yang akan dipilih dan berapa banyak investasi tersebut dilakukan.
A.
Risiko dan Ketidakpastian
Pemodal
( investor) tidak dapat dipisahkan dengan harapan mendapatkan incomedi masa
yang akan datang. Masa yang akan datang selalu penuh ketidakpastian, sehingga
pemodal perlu membuat perkiraan atau prediksi. Untuk dapat membuat prediksi di
masa yang akan datang diperlukan pengetahuan tertentu untukmenganalisis
data-data ekonomi keuangan masa sekarang dan masa yang akan datang. Atas dasar
itu dibuatlah keputusan investasi di mana pendapatan yang belum tentu sesuai
dengan apa yang diharapkan, inilah yang menimbulkan risiko bagi pemodal.
Pemodal yang akan menanamkan dananya pada saham, obligasi, deposito atau
investasi lainnya harus mengetahui risiko yang akan timbul pada investasi
tersebut.
Para
investor menyadari investasi yang dilakukan untuk mendapatkan return mengandung
konsekuensi adanya risiko. Mereka secara pasti sebenarnya tidak tahu seberapa
besar hasil yang akan diperoleh dari investasi yang dilakukan. Namun demikian
mereka dapat memperkirakan berapa keuntungan yang diharapkan dan seberapa besar
kemungkinan hasil yang sebenarnya nanti akan menyimpang dari yang diharapkan.
Upaya melakukan diversifikasi dapat diwujudkan dengan cara mengombinasikan
berbagai pilihan saham dalam investasinya. Portofolio tersebut dilakukan untuk
mengurangi risiko. Melalui portofolio saham mereka berusaha memaksimalkan
keuntungan yang diharapkan dari investasi dengan tingkat risiko tertentu atau
berusaha meminimalkan risiko untuk sasaran tingkat keuntungan tertentu.
B.
Determinasi Investasi
Setiap
keputusan investasi melibatkan lima unsur pokok yang dapat disebut determinasi
investasi. Dalam setiap proses pengambilan keputusan investasi, unsur-unsur
tersebut akan muncul, apakah secara eksplisit atau implisit. disadari atau
tidak, diolah secara sistematis atau tidak. Kelima unsur-unsur tersebut adalah:
1.
Kondisi Pemodal (investor)
Kondisi
pemodal meliputi kondisi keuangannya dan sikap terhadap risiko. Proses
psikologis seorang pemodal. Dalam mengalokasikan dana yang dimilikinya, pada
umumnya mengikuti urut-urutan yang sama. Penghasilan pertama akan digunakan
untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, papan, kesehatan,
pendidikan dan rekreasi. Lapisan penghasilan yang berikut diatasnya akan
digunakan untuk core investment, yaitu investasi dengan tingkat keamanan yang
tinggi dan tingkat keuntungan yang terukur. Seandainya seorang pemodal miliki
tingkat pendapatan yang lebih tinggi lagi, baru ia bisa mengarahkan dananya
untuk investasi yang lebih agresif, yaitu investasi dengan tingkat risiko yang
lebih tinggi dan potensi pendapatan yang lebih tinggi pula. Sikap seseorang
terhadap risiko dipengaruhi oleh kondisi keuangan. Apakah seseoran bersifat
berani menghadapi risiko (risk seeker), netral (risk neutral) atau menghindari
risiko (risk Averter), selain ditentukan oleh umur dan tempramen, juga
ditentukan oleh jumlah dana yang ia miliki.
2.
Motif Investasi Unsur yang kedua adalah motif investasi. Pemodal pada umumnya
memiliki motif investasi yang tidak tunggal. Namun intensitas motif-motif
seperti keamanan, pertumbuhan, pendapatan, fasilitas pajak dan spekulasi,
berbeda dari pemodal yang satu dengan pemodal yang lain.
3.
Media Investasi Media investasi sebagai unsur yang ketiga menyodorkan pilihan
antara real assets dan financial assets. Berkembangnya perekonomian, cenderung
menggeser objek investasi dari real assets seperti tanah dan emas ke arah
financial assets baik di pasar uang maupun di pasar modal. Saham sebagai objek
investasi utama di pasar modal memiliki berbagai karakteristik yang
memungkinkan seorang pemodal mempunyai pilihan yang tepat. Untuk menyebut
sebagian karakteristik tersebut, seorang pemodal dapat memilih blue chips
stock, yang merupakan saham dari perusahaan yang besar atau ia lebih memilih
Growth stocks, yang merupakan saham perusahaan yang berkembang dan tingkat
pertumbuhan lebih cepat dari trend ekonomi umumnya ditandai oleh pemasaran yang
agresit, R & D oriented, Flow back ratio yang tinggi, dividend yield lebih
rendah serta price earning ratio yang tinggi.
Seorang
pemodal yang lebih spekulatif mungkin memilih cylical stocks. Perusahaan yang
bergerak di bidang real eatate, automotive, konstruksi dan eletronik pada
umumnya berfluktuasi bersama siklus ekonomi. Apabila kondisi perekonomian
membaik, maka penampilan perusahaan akan membaik juga dan dengan demikian harga
saham diharapkan akan menjadi baik.
Sedangkan
seorang pemodal yang konvensional mungkin akan memilih defensive stocks, yaitu
saham dari perusahaan yang bertahan, atau bahkan seringkali di atas rata-rata
pada saat resesi.
4.
Model dan teknik Analisis Ada dua potensi keuntungan dari investasi di Bursa
Efek, yaitu dividen dan capital gain. Dividen perusahaan sangat berkaitan
dengan performance perusahaan, sedangkan capital gain tidak begitu dipengaruhi
oleh performance perusahaan. Unsur spekulasi sangat berperan dalam jual-beli
saham. Pendapatan dari selisih penjualan saham dapat saja bernilai negatif,
jika harga jual saham di bawah harga belinya (capital loss), sedangkan pendapatan
dividen tidak bisa negatif.
Ada
dua cara untuk merealisasikan potensi keuntungan di atas, yaitu:
1)
membeli efek yang dalam jangka panjang menunjukkan performance yang lebih baik
dari sekian banyak alternatif yang ada di pasar modal.
2)
membeli efek pada saat harganya murah dan menjual setelah harganya naik.
Kedua
cara tersebut di atas sungguh sebuah formulasi yang sederhana, tetapi tak mudah
untuk dilaksanakan. Usaha konkrit untuk menerjemahkan formulasi itu ke dalam
suatu model analisis yang sistematis, melahirkan dua aliran dalam disiplin
securities analysis, yaitu: fundamental analysis dan technical analysis.
Fundamental
analysis mempunyai anggapan bahwa setiap pemodal adalah makhluk rasional.
Karena itu, seorang fundamentalis memcoba mempelajari hubungan antara harga
saham dengan kondisi perusahaan. Alasannya adalah bahwa nilai saham mewakili
nilai perusahaan, tidak hanya nilai intrinsik suatu saat tetapi juga adalah
harapan kemampuan perusahaan dalam meningkatkan kesejahteraan pemegang saham di
masa yang akan datang.
5.
Strategi Investasi
Perkembangan
investasi dalam saham adalah fluktuatif dan spekulatif, karena secara empiris,
investasi dalam saham di pasar modal sering masuk pada kondisi ketidakpastian
karena mengikuti variabel-variabel ekonomi yang bersifat makro, seperti :
perkembangan stabilitas politik atau keamanan berinvestasi, perkembangan
tingkat suku bunga dan tingkat inflasi serta pertumbuhan ekonomi.
Ketidakpastian itu dalam teori risiko dalam portofolio disebut risiko yang
sistematik.
Alternatif
untuk dapat mengurangi ketidakpastian yang dihadapi investor, adalah melakukan
strategi investasi. Strategi investasi yang disarankan adalah membuat
portofolio saham. Meskipun demikian, return yang diperoleh investor masih
memiliki ketidakpastian karena risiko sistematik merupakan risiko yang
ditimbulkan oleh faktor makro ekonomi yang tidak bisa diramalkan secara pasti.
1)
Strategi untuk menarik minat Investor dalam Berinvestasi
a. Strategi Pengembangan Leading/
Key Industry
Strategi
pengembangan industri andalan merupakan strategi pembangunan daerah yang paling
favorit untuk dilaksanakan. Industri andalan yang akan dikembangkan biasanya
merupakan kegiatan usaha atau industri di daerah yang memiliki keunggulan daya
saing dibandingkan dengan kegiatan sejenis di daerah pesaing lainnya.
Menurut
Perroux, sebagai pioneer arsitek konsep “polarized development” dalam
pengembangan daerah, leading industry memiliki keterkaitan yang erat dengan
sektor kegiatan ekonomi lainnya di daerah; sehingga dapat mendorong pola
pembangunan yang terpolarisasi di dalam wilayah suatu daerah. Industri andalan
ini biasanya berbentuk industri yang berorientasikan ekspor, seperti LNG untuk
Aceh, minyak bumi dan kelapa sawit untuk Riau, pariwisata dan perhotelan untuk
Bali, tekstil untuk Jawa Barat dan perbankan/lembaga keuangan untuk DKI
Jakarta.
Industri
andalan yang dikembangkan di daerah diharapkan akan mendorong proses
pertumbuhan ekonomi daerah, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan sumber
pendapatan di daerah tersebut baik dalam bentuk pendapatan perusahaan dan rumah
tangga maupun pendapatan dari pajak daerah. Salah satu metode untuk menyeleksi
industri andalan yang memiliki daya saing adalah dengan “revealed comparative
advantage”(RCA). Menurut analisis yang dilakukan oleh Brodjonegoro (1999),
Daerah Aceh memiliki dua industri andalan masing-masing industri yang
menghasilkan produk minyak bumi dan pupuk, dengan RCA index di atas satu.
Sayangnya ada kendala keterbatasan cadangan minyak dan besarnya komponen impor
bahan baku pupuk yang jika akan dikembangkan lebih lanjut menjadi terbatas
sustainabilitynya. Demikian proses analisis seperti ini dapat dilanjutkan untuk
Daerah Propinsi lainnya.
Keunggulan
daya saing industri andalan dapat dipertahankan sepanjang industri tersebut
dapat mendorong terbentuknya berbagai penghematan eksternal (external
economies), antara lain dengan mengembangkan lebih lanjut industri hilir dan
industri-industri penunjang. Agar proses ini dapat terlaksana Pemerintah Daerah
dapat memberikan berbagai kemudahan dan sistem insentif investasi yang
merangsang agar industri andalan ini dapat berkembang.. Pemberian sistem
insentif tersebut perlu dikaitkan dengan kemampuan industri ini melakukan
kegiatan R&D dan inovasi agar proses multiplier terhadap perekonomian
daerah dapat terus dipelihara dalam jangka panjang. Industri kunci yang telah
mature perlu segera dicarikan penggantinya, mengingat kemunduran dalam
perkembangan penjualannya dapat mempengaruhi kinerja keuangan daerah. Sebaiknya
suatu daerah tidak mengandalkan hanya pada satu industri kunci, seperti halnya
Sumbar dengan PT Semen Padangnya dan Irian Barat dengan PT Freeport Indonesianya.
Tetapi sebaliknya pilihan industri kunci ini jangan terlalu banyak mengingat
kemampuan daya serap yang terbatas dari perekonomian lokal dalam mensupply
tenaga kerja trampil dan dalam penyediaan sarana/prasarana.
Kelemahan
utama dari strategi pembangunan leading industry ini adalah ancaman terhadap
kemungkinan terpolarisasinya pembangunan daerah hanya pada wilayah core yang
terbatas. Hal ini sudah terbukti dengan kehadiran PT Caltex di Dumai, PT
Freeport Indonesia di wilayah Irian Jaya dan mega proyek lainnya di pelosok
daerah Indonesia.
b. Strategy Growth Center
Strategi
growth center pernah populer dikalangan arsitek pembangunan kota pada tahun
1960 dan 1970. Strategi ini antara lain menekankan pentingnya program
penyediaan fasilitas kota atau infrastruktur untuk suatu kawasan industri pada
lokasi atau tempat strategik (ports, transit site, intersection dekat dengan
lokasi growth center).
Para
perintis model strategi pembangunan daerah ini antara lain adalah Hirschman
(1958), Lyod Rodwin (1963), dan Friedmann (l966). Doktrin growth center ini
kemudian berkembang pesat , sebagaimana dibahas oleh Niles M Hansen (1967,1968)
dan DF Darwent (1969). Keterkaitan growth center dan perekonomian daerah pernah
banyak terjadi di banyak kawasan sebagaimana dilaporkan oleh Brian Berry (1969)
dan Gordon Cameron (1970); walaupun sebenarnya banyak juga kasus-kasus
kegagalan seperti terjadi di Malaysia, Amerika Latin, dan bahkan di Indonesia
seperti di kawasan industri Makassar, Cirebon dan Semarang.
Strategi
growth center telah banyak berhasil di Indonesia antara lain dengan dibangunnya
kawasan Pulau Batam (BIDA, 2000) dan kawasan industri di Pulogadung-Jakarta.
Keberhasilan pengembangan Pulau Batam adalah karena lokasinya yang strategis
dekat dengan tranfer-points perdagangan antar negara di Singapura, dan
memanfaatkan pengembangan ancillary industries yang memiliki keterkaitan dengan
leading industry elektronika di negara tetangga. Banyaknya obyek wisata baru
yang dikembangkan turut pula mendorong keberhasilan tersebut, disamping
tentunya hasil kerja keras dari para pimpinan puncak manajemen pengelola
kawasan Batam. Sedangkan untuk kawasan industri Pulogadung pada saat ini sedang
menghadapi permasalahan struktural karena meningkatnya “external diseconomies”
dan “urbanization diseconomies “dari kota Jakarta, khususnya di sekitar lokasi
kawasan tersebut.
Pada
saat ini konsep pengembangan ekonomi daerah melalui pendekatan growth center
telah berkembang dengan sangat pesat dan diujicobakan di berbagai tempat
strategis di dunia. Kawasan Silicon Valley telah dikembangkan sedemikian rupa
dan dihubungkan dengan pemanfaatan aglomerasi dalam industri terkait dalam
industri komputer, chips, dan elektronik (Scott, 1990). Hal yang serupa banyak
dilakukan di negara maju kawasan industri otomotif di Jepang; North Carolina
Research Triangle Park yang memanfaatkan kedekatan terhadap lokasi tiga
universitas besar masing masing University of North Carolina at Chapel Hill,
North Carolina State University dan Duke University menjadi lokasi favorit untuk
riset di bidang kedokteran, obat-obatan dan penyakit kanker; British Science
Park di Inggris walaupun manfaatnya masih sedang dikaji ulang (Gower, 1995);
proyek high-tech corridor dari PM Mahatir di Kuala Lumpur dan yang paling akhir
rencana pengembangan lokasi ex- lapangan terbang Kemayoran sebagai cyber-city
merupakan contoh-contoh pengembangan strategi investasi growth center abad ke
21.
c.
Strategi Pengembangan Ancillary Industry
Jika
industri yang berorientasikan ekspor atau suatu leading industry dan dapat pula
kawasan industri atau pelabuhan/airport menjadi cukup berkembang sehingga dapat
menciptakan pasar untuk produk-produk lanjutan , baik ke hulu maupun ke hilir,
dan atau kegiatan tersebut telah cukup untuk menghasilkan external localization
economies untuk industri-industri yang terkait, maka strategy pengembangan
ancillary industry sudah dapat dicoba untuk dilaksanakan (Moriarty ,1980).
Ancillary
industry tertarik untuk datang ke suatu daerah karena penghematan ongkos
angkut, seperti halnya dalam kasus dimana baik leading dan ancillary industry
menggunakan bahan baku atau produk intermediate yang sama dalam proses produksi
mereka. Hal ini banyak kita jumpai pada industri kertas semen, bahan baku cat,
karoseri kendaraan, percetakan dan sebagainya. Alasan lainnya adalah karena
labor pool, yaitu industri ancillary berlokasi dekat dengan leading industry
karena dapat dengan mudah menggunakan tanaga kerja dengan ketrampilan dan
pengetahuan yang sama dengan upah yang relatif rendah.
Selanjutnya
kehadiran ancillary industry ini dapat menciptakan external localization
economies di wilayah tersebut, antara lain perusahaan-perusahaan yang
memberikan jasa pemeliharaan, pelayanan bisnis, jasa profesi dan
pengiriman/pengangkutan dan komunikasi. Seluruh kegiatan ini dapat mendorong
tumbuh berkembangnya kegiatan ekspor dan perekonomian di daerah, sekaligus
menambah kapasitas penerimaan pendapatan daerah Contoh terbaik dalam sukses
strategi investasi ini dijumpai dalam pengembangan industri semiconductor di
kompleks produksi Silicon-Valley, Los Angeles (Scott, 1987). Beberapa
pengamatan atas keberhasilan strategi ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
(a)
produksi semiconductor di areal tersebut telah mendorong menjamurnya kelahiran
para pemasok bahan baku maupun para subkontraktor di sekitar kompleks produksi
sehingga dapat menciptakan agglomeration economies,
(b)
kompleks ini juga merupakan daya tarik untuk datangnya industri pengguna
peralatan semiconductor, seperti pengusaha manufaktur komputer dan televisi. Kepesatan
pengembangan kompleks produksi ini sayangnya tidak diantisipasi oleh Pemerintah
Daerah dalam hal penyediaan labor dan perumahan serta cara-cara menanggulangi
kerusakan lingkungan hidup, sehingga pada saat ini terjadi ancaman naiknya
agglomeration diseconomies.
Kemajuan
pesat aplikasi strategi ini banyak dijumpai di beberapa tempat sekitar lapangan
terbang yang menghubungkan akses kota-kota di dunia dengan mudah, cepat dan
murah. Kasarda (1999) baru-baru ini mengamati kecenderungan perusahaan-perusahaan
klas dunia yang bersaing menurut waktu (time-based competition) banyak
memindahkan lokasi usahanya disekitar lokasi tempat lapangan terbang Dulles
airport, Dallas-Fort International airport, Memphis International airport,
Chicago’s O’Hare airport dan lapangan-lapangan terbang internasional lainnya.
Lokasi airport disamping memberikan akses pasar dunia juga pada saat yang sama
dapat diperoleh penghematan agglomeration karena kehadiran jasa profesional
dalam bidang konsultan, iklan, hukum, pengolahan data, akuntansi dan auditing,
dan jasa public relations.
d.
Kepastian Hukum dan Kebijakan Insentif
Salah
satu faktor yang terpenting dalam upaya menarik investor ke daerah adalah
adanya jaminan kepastian hukum dalam menjalankan usaha. Pengalaman selama masa orde
Baru, Pemerintah kurang berhasil dalam memberikan jaminan bahwa peraturan yang
telah ditetapkan dalam kegiatan investasi dan usaha akan tetap dipegang
walaupun sistem pemerintahan berubah. Jaminan ini sangat diminta oleh para
investor maupun calon investor dalam kegiatan investasi yang jangka waktu
pengembalian modal yang ditanamnya cukup lama. Hal ini dapat kita jumpai dalam
kegiatan investasi di bidang eksplorasi minyak bumi dan hasil tambang, industri
berat, perkebunan, kawasan industri, apartemen dan gedung bertingkat, serta
kegiatan-kegiatan high-tech industries.
2)
Strategi Investasi di Bursa Efek Jakarta
Kunci
utama untuk sukses dalam investasi di bursa efek adalah pemilihan strategi yang
tepat agar investasi yang dilakukan memberikan basil yang optimal Beberapa
strategi yang dapat digunakan oleh para pemodal dalam melakukan investasi di
bursa efek antara lain adalah:
a) Beli di pasar perdana, jual begitu masuk
pasar sekunder
Para
pemburu agio di Bursa Efek Jakarta berkeyakinan bahwa harga akan naik begitu
suatu emisi saham dicatatkan di bursa. Keyakinan itu bukan saja dilandasi oleh
data fundamental yang up to date dan akurat yang dimuat dalam prospektus pada
saat emisi, tetapi juga karena underwriter Biasanya tidak akan membiarkan harga
jatuh pada minggu pertama pasar sekunder. Harga penawaran merupakan hasil
negosiasi emiten dengan penjamin emisi. Jadi harga di pasar perdana pada tahap
awal pencatatan saham menyangkut secara langsung reputasi underwriter. Sebagai
ilustrasi yang mendukung sepenuhnya keyakinan tersebut adalah dari 5 emisi
saham selama periode tahun 1988-1989, selama minggu pertama di bursa selama
minggu pertama di bursa mengalami kenaikan harga rata-rata 14,81%. Kenaikan
tertinggi dialami oleh saham PT. Delta Djakarta sebesar 140,12%, sedangkan yang
terendah adalah saham PT. Jakarta International Hotel sebesar 10,43%.
b) Beli dan Simpan
Pemodal
yang yakin bahwa suatu perusahaan akan berkembang dalam jangka panjang, baik
karena perusahaan tersebut berada pada growing sector industry atau karena
sifat usaha dan produknya yang strategis, dapat melakukan strategi beli dan
simpan. Saham perusahaan IBM pada awal tahun 70-an masih berharga $ 40 di New
York Stock Exchange (NYSE). Ekstensifikasi pemakaian komputer sampai akhir pada
awal tahun 70-an telah menaikkan saham IBM menjadi $ 600 pada akhir tahun 1973.
Di Bursa Efek Jakarta, seorang pemodal yang membeli saham di pasar perdana dan
menyimpannya sampai akhir 1988, akan memperoleh laba rata-rata 27% pertahun.
Contoh yang lebih ekstrim, pemodal yang membeli saham PT. Richardson Visks
Indonesia pada pasar perdana Pebruari 1980 pada harga Rp. 3000,- dan menyimpan
1988, nilai kekayaannya meningkat hampir dua puluh kali lipat dalam kurun waktu
Sembilan tahun.
c) Strategi Berpindah
Pemodal
yang lebih spekulatif cenderung berpindah dari saham yang satu ke saham yang
lain dengan memanfaatkan perbedaan siklus harga individual. Strategi ini
mengharuskan pemodal mengikuti gerakan pasar dari dekat setiap saat. Dengan
memanfaatkan tecnical information, khususnya pada saham-saham yang aktif,
pemodal berpindah dari satu saham yang diperkirakan harganya akan turun ke
saham yang diperkirakan harganya akan naik. Di Bursa Efek Jakarta, saham-saham
yang aktif adalah saham yang dapat dibeli oleh pemodal asing. Saham yang boleh
dibeli oleh pemodal asing adalah saham dari perusahaan yang modal disetornya
mayoritas (yaitu 51% atau lebih) dimiliki oleh pemodal Indonesia.
d) Pilih Saham yang Tidur
Mass
media cenderung diskriminatif terhadap saham perusahaan yang tidak aktif,
terutama perusahaan kecil. Demikian juga para analis. Kecenderungan ini bisa
dimengerti karena saham perusahaan yang
tidak aktif, tidak menyangkut minat dan kepentingan orang banyak. Saham yang
tidak mendapat perhatian masyarakat pemodal, merupakan saham yang tidur dan
cenderung undervalued. Pemodal yang sabar dapat memilih strategi into Kesabaran
sangat dibutuhkan di sini karena mungkin diperlukan waktu yang cukup lama
sampai masyarakat menyadari adanya potensi keuntungan pada saham tersebut. Di
Bursa Efek Jakarta, beberapa saham yang tidak bisa dibeli oleh pemodal asing
cenderung menjadi saham yang tidur. Sebagai ilustrasi dapat dikemukakan
perbandingan antara saham perusahaan PT. Delta Djakarta dan saham PT. Multi
Bintang. Kedua perusahaan tersebut sama-sama bergerak di bidang produksi
minuman dan sahamnya sama-sama memiliki nilai nominal Rp. 1000,-. Dari laporan
keuangan tiga tahun terakhir kita bisa melihat bahwa PT. Multi Bintang miliki
keunggulan dalam banyak hal seperti besarnya laba, laba per saham (EPS) dan
dividen Per saham Namun karena saham PT. Delta Djakarta dapat situasi yang
terbalik. Pada hari Jum'at tanggal 4 dibeli oleh pemodal asing, catatan harga
saham menunjukkan Agustus 1989, saham PT. Delta tercatat Djakarta harga Rp.
9.800,- sedangkan saham PT. Multi Bintang hanya sebesar Rp. 5.000,-.
e) Kosentrasi Pada Industri
Sebagian
pemodal memusatkan perhatiannya pada perkembangan industri tertentu. Mungkin
karena ia lebih mengetahui kondisi, mekanisme kerja dari perusahaan yang berada
pada industri tersebut, trend industri dan sebagainya. Strategi investasi
dengan demikian adalah memilih saham yang terbaik pada industri tersebut,
Statistik dari berbagai modal di mancanegara membuktikan bahwa perusahaan besar
yang bergerak di bidang utilities seperti ATT. Merupakan perusahaan yang
pertumbuhannya Paling stabil. Di Indonesia, sektor industri tekstil, agrobisnis
dan jasa keuangan merupakan sektor yang tingkat hanya tahun-tahun terakhir ini.
Saham-saham di Bursa Efek Jakarta yang tercatat sama sekali Belum
representative mewakili industri. Namun dengan semakin melakukan banyaknya
perusahaan yang go public, maka akan semakin banyak instrumen yang dipilih.
f) Belilah Pasar
Strategi
ini mungkin tidak tepat untuk disebut sebagai suatu strategi. Pemodal yang
tidak mampu atau tidak sempat melakukan analisis cenderung mempercayakan
investasinya pada trend pasar. Seorang pemodal dikatakan melakukan strategi
buying the market, apabila ia membagi dananya secara relatif proporsional ke
dalam saham-saham yang ada di pasar. Pengertian pasar di sini tidak harus
identik dengan seluruh saham yang tercatat, tetapi dapat berupa saham yang
tergabung dalam down average atau 500 Standar & Poor dan semacamnya.
Strategi seperti ini hasilnya gampang dimonitor. Apabila trendpasar menunjukkan
kenaikan, maka ia akan memperoleh laba pada tingkat rata-rata pasar. Sebaliknya
apabila trend pasar menunjukkan penurunan, maka ia akan menderita kerugian,
juga pada tingkat rata-rata pasar.
BAB
III
PENUTUP
Analisis
investasi memang bukan suatu disiplin yang eksak. Dalam menyimak perkembangan
suatu perekonomian selalu ada faktor yang uncontrollable dan unpredictable.
Tidak ada seorang pemodalpun yang terus menerus memperoleh laba dari suatu
mekanisme pasar, tidak terkecuali di Bursa Efek. Pada tahap perkembangan saat
ini, gerak pasar sekunder sangat ditentukan oleh animo dan antusiasme pemodal
asing. Dalam hubungan ini perlu dicatat bahwa pada saat permulaan masuknya
pemodal asing, maka pemodal domestik (dalam negeri) akan memperoleh laba. Namun
dana asing yang masuk ke pasar modal adalah dana yang paling volatile. Secepat
ia masuk secepat itu pula ia keluar apabila suatu pasar tidak lagi menjanjikan
potensi keuntungan. Jardine Flaming sebagai pengelola Indonesia Fund, Banque Indosuez
pengelola Malacca Fund, dan Fund-Fund yang lain, tidak henti-hentinya melakukan
riset untuk mencari new emerging markets sebagai objek investasi mereka.
Perpindahan
yang cepat dari satu emerging market ke yang lainnya dapat membuat suatu bursa
efek melambung dan yang lainnya akan mengalami collapse. Beberapa negara telah
menelan pil pahit dari mekanisme tersebut. Oleh karena itu, pengembangan pasar
modal adalah proses edukasi jangka panjang yang menyangkut semua aspek yang
terlibat dalam mekanismenya. Dibidang
analisis efek, kita baru memulai. Ketekunan, kesabaran dan disiplin
merupakan sebagian dari syarat-syarat yang diperlukan.
Alternatif
untuk dapat mengurangi ketidakpastian yang dihadapi investor, adalah melakukan
strategi investasi. Strategi investasi yang disarankan adalah membuat
portofolio saham. Meskipun demikian, return yang diperoleh investor masih
memiliki ketidakpastian karena risiko sistematik merupakan risiko yang
ditimbulkan oleh faktor makro ekonomi yang tidak bisa diramalkan secara pasti.
BAB
IV
DAFTAR
PUSTAKA
Ø Hasan Zein Mahmud, 1989, "Strategi
Investasi Di Bursa Efek Jakarta", Manajemen & Usahawan Indonesia.
Ø Marzuki Usman, dkk., 1990, ABC Pasar Modal
Indonesia, Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia dan Ikatan Sarjana Ekonomi
Indonesia, Jakarta.
Ø Pandji Anoraga dan Ninik Widiyanti, 1992,
Pasar Modal : Keberadaan dan Manfaatnya bagi Pembangunan, Edisi Pertama, PT.
Rineka Cipta, Jakarta.
Ø Suad Husnan, 1993, Dasar-Dasar Teori
Portofolio dan Analisis Sekuritas, Edisi Pertama,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar